http://winest-wirmayani.blogspot.com/2013/04/budaya-galau-mahasiswa-vs-tipologi-dosen.html

Jumat, 11 Maret 2016

I Witness (Total Solar Eclipse)

Gerhana Matahari Total (Total Solar Eclipse) menjadi perbincangan hangat di Indonesia belakangan ini. Pasalnya, fenomena alam yang langka ini akan melewati sejumlah wilayah di Nusantara. Demam gerhana terjadi dimana-mana, termasuk di tanah kelahiran saya, Palu. Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah ini menjadi salah satu lokasi strategis untuk menyaksikan gerhana dengan durasi 2 menit dan 4 detik. Saya menjadi salah satu dari ribuan orang yang beruntung berkesempatan menyaksikan proses gerhana dengan sempurna, walau hanya menggunakan alat bantu yang sangat sederhana dan terbilang sangat konvensional. Yups, hanya bermodalkan lembaran film bekas foto Rontgen.
Beberapa hari sebelumnya, rencana menyaksikan gerhana sudah masuk dalam agenda saya. Kamera, masker dan camilan sudah saya siapkan dari jauh hari. Tapi kemudian semuanya berubah ketika saya sadar jika fenomena ini akan jatuh bersamaan dengan Hari Raya Nyepi. Pupuslah harapan untuk melakukan outbond melihat proses gerhana terjadi.

Menyaksikan GMT dari atas makam di Tempat Pemakaman Umum Talise
Ternyata Tuhan punya kehendak lain. Beliau mengizinkan “tamu bulanan” saya datang tepat sehari sebelum Nyepi. Itu berarti saya dalam keadaan cuntaka dan tidak diperkenankan melakukan komunikasi transendental. Thanks God. I know, You love me so much! Saya tak bisa menyembunyikan kegembiraan. Really really surprise. I can’t wait for it. Malam harinya (8/9) sekitar pukul 21.20, saya ditelpon oleh Bapak. Ia mengucapkan selamat beribadah Nyepi besok, semoga berhasil melakukan catur brata katanya. Ia juga berpesan, jika hendak menyaksikan gerhana, sebaiknya menggunakan alat bantu khusus.

Sambil menepuk jidat, saya baru sadar ternyata saya harus punya alat bantu tambahan untuk membantu dan melindungi indera penglihatan saya dalam menyaksikan gerhana. Saya juga teringat akan pelajaran IPA (Fisika) sewaktu SD tentang alat optik, yang mana prinsip kerja mata sama dengan kamera. Itu berarti, mata dan kamera saya butuh filter tambahan. Masa iya saya harus melewatkan fenomena alam langka ini? Ya ampun, dimana gerangan saya bisa mendapatkan semuanya jam begini? Lagi pula kondisi keamanan di kota kelahiran saya kurang bersahabat . Ah sudahlah.

Keesokan harinya sekitar pukul 05.30 saya dan tiga rekan lainnya berkumpul membicarakan lokasi yang akan kami tuju. Ada yang mengusulkan Dolo, Matantimali dan Kawasan Teluk Palu. Saya sendiri mengusulkan Taman Edukasi Nosarara Nosabatutu. Entah mengapa saya merasa nyaman jika berada disana. Ternyata dari sekian opsi yang kami usulkan, ada-ada saja sanggahan dari satu sama lain, sehingga tidak terjadi kemufakatan. Setelah hampir satu jam berdebat soal tempat dan tak membuahkan kesimpulan, entah mendapat ide dari mana, tiba-tiba salah seorang dari kami mengusulkan tempat yang terbilang tak lazim. “Kita ke kuburan Talise saja. Nanti naik ke atap kuburnya adikku. View-nya juga bagus disana” usul Ray dengan percaya diri. Pardon me. Are you bold enough? Lalu bagaimana jika waktu gelap nanti kita berempat yang tidak punya cukup nyali untuk hal-hal mistis ini dihadapkan dengan salah satu makhluk penghuni tempat itu?

Mereka meyakinkan saya dengan sejumlah formula bujuk rayu. Diantara kami berempat, saya bukanlah satu-satunya orang yang takut dengan hal-hal mistis. Tapi entah mengapa mereka itu tiba-tiba menjadi sok berani. Mungkin ada pengaruhnya dengan eclipse effect. Entahlah. Sekian lama kita duduk di atas atap kuburan, melihat Kota Palu dari ketinggian dan menunggu detik-detik gerhana. Sambil menikmati camilan pengganti sarapan, tiba-tiba ada sesuatu yang terlintas di benak saya. Teringat saat saya terlibat obrolan singkat beberapa tahun silam dengan salah seorang teman di dunia maya yang juga pengagum Albert Einstein. Ia sempat membahas tentang gerhana.

“Ray, bukannya ayahmu punya film bekas foto Rontgen itu ya? Sepertinya bisa kita gunakan” ucapku dengan pasti. Setelah saya berikan sedikit penjelasan, Ray yang juga satu-satunya laki-laki diantara kami berempat akhirnya pulang mengambil film itu. Berperang dengan rasa takut walau hari sudah sangat terang, kami bertiga memberanikan diri dan saling menguatkan tinggal di atap kuburan untuk beberapa saat sambil menunggu Ray kembali.
***
“Iyo e, jelas sekali kelihatan celetuk Jane dengan wajah gembira. Mereka bertiga bergantian melihat tampilan matahari sebelum gerhana terjadi menggunakan film bekas foto Rontgen yang dijadikan sebagai filter cahaya. Neni menggunakan sunglasses-nya ditambah dengan film foto Rontgen nampak tak kalah gembira. Ray sibuk mengabadikan proses gerhana menggunakan kamera di smartphone-nya dengan bantuan filter sederhana, film Rontgen. Saya pun senyam-senyum sendiri, gembira melihat mereka yang sangat antusias. Yah, walaupun cara kami terbilang konvensional, tapi setidaknya fungsional untuk menyaksikan gerhana matahari total secara langsung dan tentunya tidak mengganggu kesehatan mata. Jika scientists menyaksikan gerhana dengan alat optik canggih, apalah daya kami yang hanya bisa menggunakan lembaran film bekas foto Rontgen.

Gambar terbaik dari yang terburuk yang berhasil kami abadikan .
And this is it, saat yang ditunggu-tunggupun tiba. Kami berempat menjadi saksi mata gerhana matahari total yang terjadi pada tanggal 9 Maret 2016, pukul 08.27 wita dengan durasi 2 menit 4 detik. Sorakan kegembiraan diantara kami berempat saat bumi di pagi hari yang cerah berubah seketika menjadi gelap gulita akibat cahaya matahari terhalang oleh bulan, sekaligus menjadi ungkapan kekaguman atas Kebesaran dan Kemaha-kuasaan Tuhan. Awesome!! I praise dan worship You God, the creator of the solar system. Terima kasih  telah mengizinkan saya menyaksikan langsung Kemaha-kuasaanMu untuk yang kesekian kalinya melalui fenomena gerhana matahari total. Semoga dengan terjadinya gerhana matahari total yang juga bertepatan dengan Tahun Baru Saka ini, dunia ketambahan orang-orang baik dan cerdas baik secara intelektual, spiritual maupun emosional yang dapat membawa pengaruh kebaikan bagi kehidupan sesama dan semesta. Santih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

x_3badcda6