http://winest-wirmayani.blogspot.com/2013/04/budaya-galau-mahasiswa-vs-tipologi-dosen.html

Senin, 21 Maret 2016

Bahagia Itu Sederhana: Bersyukur

Saya sempat menarik nafas dalam-dalam sambil menyeka air mata pada saat yang bersamaan. Sebuah foto sederhana dengan kualitas gambar yang tak terlalu baik entah mengapa bisa membuat saya hingga sedemikiannya. Sekilas terlihat biasa, hanya seorang pria muda dan beberapa anak-anak yang memancarkan senyum gembira. Lalu, mengapa gerangan air mata saya bisa keluar dari peraduannya jika itu merupakan sebuah foto yang melukiskan kebahagiaan?

Benar, itu merupakan lukisan cahaya yang menampakkan kebahagiaan. Senyum mereka tak mampu berbohong atas itu. Wajah anak-anak yang polos nan riang itu juga menjadi bukti bahwa mereka memang benar-benar bahagia. Tak luput juga senyuman pria muda yang menampakkan lesung pipinya. Saya benar-benar bersyukur dan berterima kasih kepadaNya telah memperlihatkan foto sederhana itu yang bisa menggugah emosi. Tersebutlah teman saya di dunia maya yang berkewarganegaraan India. Ia merupakan keturunan Brahmana yang tinggal di wilayah Shantiniketan. Ia seorang guru dan juga seniman.

Suatu hari, saat liburan tiba, ia dan anak-anak didiknya melakukan rekreasi. Di benak saya, rekreasi erat kaitannya dengan keelokan yang bisa mendatangkan rasa gembira. Pantai yang biru dengan hamparan pasir putih dan udara sepoi-sepoi yang melambaikan nyiur; sebuah danau berair hijau yang ditumbuhi beraneka pepohonan disekelilingnya; taman bunga yang harum dan semerbak dengan warna-warni yang memanjakan mata atau pegunungan yang asri dengan aliran sungai jernih. Itu semua yang terbayang jika clue rekreasi disebutkan. Tapi mereka? Teman saya dan anak-anak didiknya berekreasi disebuah sungai tandus yang hampir kering, berdebu dan tak ada pepohonan yang terlihat. Raut wajah mereka sangat ceria, seolah tempat itu indah sekali.

Ya Tuhan, betapa bersyukurnya saya terlahir di tanah surga Indonesia ini. Berapa kali lipat lagi harusnya saya bersyukur mengagumi ciptaanMu. Mereka dengan pemandangan alam yang demikian masih bisa tersenyum tulus penuh rasa gembira, apalagi saya seharusnya yang tiap hari masih bisa melihat dan merasakan sejuknya pepohonan hijau. Jika saya yang sudah terbiasa dimanjakan oleh keindahan alam ini berada posisi mereka, mungkin akan sulit bagi saya untuk tersenyum. Jangankan sebagai destinasi untuk selevelan rekreasi, berhenti sejenak di tempat demikian saja mungkin sudah ada keluhan yang muncul dalam diri saya. Sungguh, saya mendapat pelajaran baru dari foto itu. Pelajaran tentang kehidupan lebih tepatnya.


Saya menanyakan, apakah anak-anak itu benar-benar gembira, seperti yang nampak di foto itu? Teman saya pun mengiyakan. “Bukan hanya mereka, saya lebih gembira melihat kegembiraan mereka” begitu kira-kira jika di Indonesiakan. Lalu saya bertanya kembali, bagaimana pendapatnya tentang Indonesia, sebab beberapa waktu lalu ia dan pacarnya sempat berkunjung ke Bali, di rumah calon mertuanya. Ia pun mengatakan tak pernah terpikir olehnya ada alam seindah Indonesia. Wah, bahagia itu sederhana ya? Lalu, masih adakah alasan untuk tidak bersyukur?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

x_3badcda6