http://winest-wirmayani.blogspot.com/2013/04/budaya-galau-mahasiswa-vs-tipologi-dosen.html

Selasa, 22 Maret 2016

Dik, Pokok Bahasan Sistem Reproduksi Manusia Tak Butuh Praktek

Dik, mungkin kamu tak begitu mengenalku. Bahkan mungkin kamu tak mau mengenalku, sehingga  dengan mudahnya kamu mendustai dirimu sendiri. Jujur, aku sangat kecewa atas semua hal yang terjadi padamu. Secara hereditas, kita memang tak memiliki hubungan genetik.  Tapi bukankah kita bersaudara di dalam Tuhan? Malah kamu seharusnya yang lebih tahu, karena di ajaran agamamu sering dijumpai kalimat demikian. Atas dasar itulah aku menganggapmu sebagai adik. Orang tuamu juga yang memintaku untuk turut menjagamu. Itu berarti ada sebuah kepercayaan yang mereka lihat dalam diriku.

Lalu ketika aku menjalankan tugasku sebagai seorang kakak yang selalu menginginkan kebaikan bagi adiknya, salahkah jika aku menegurmu saat kamu melakukan kesalahan? Salahkah jika aku melarangmu setelah beberapa arahan dan penjelasan tak pernah kamu indahkan? Kamu mengadukanku kepada Ibumu dan menambahkan bumbu pedas yang kamu buat-buat dalam wacanamu. Lalu Ibumu sempat berpendapat jika aku telah berlaku kasar terhadapmu. Dik, kalau aku tak peduli padamu, buat apa aku bertindak demikian? Menelponmu jika pulang lambat, mengirimimu pesan jika ada hal ganjil yang kurasa, bahkan mengecek keberadaanmu di sekolah, melalui teman atau gurumu. Itukah alasan hingga kamu melabeliku over protective? Seandainya kamu menunjukkan sikap yang baik padaku, aku tak akan pernah bahkan tak perlu melakukan tindakan spionase itu. Tak pantaskah aku curiga jika anak perempuan keluar malam dengan kekasihnya, lalu pulang dengan “keadaan tidak utuh”, atau pulang telat dari sekolah dengan berbagai macam alasan kegiatan dan setelah diselidiki ternyata ada di kos-kosan? Aku mohon maaf jika tindakanku salah dan melampaui batas. Dik, semuanya aku lakukan karena aku peduli kepadamu. Itu yang mungkin tidak pernah kamu tahu dan sadari.

Berita siang itu cukup membuat telingaku panas dan tensiku sontak meningkat. Aku merasa berdosa kepada Ibumu yang pernah menitip pesan untuk turut menjaga (mengawasi) mu. Mengapa kamu dengan mudahnya memberi akses terhadap ovummu? Atau kamu sudah lupa pelajaran Biologi tentang Sistem Reproduksi Manusia, bagaimana jika ovum bertemu sperma? Darimana kamu mendapat pembenaran atas itu semua? Kamu terlalu jauh melangkah Dik.

Di usia remajamu yang belia, usia yang semestinya kamu gunakan sebaik-baiknya untuk menimba ilmu pengetahuan, malah kamu salah gunakan. Pokok bahasan Sistem Reproduksi Manusia yang tercantum di buku Biologi yang tak ada standar kompetensi untuk dipraktekan, malah kamu lakukan. Tak pernahkah gurumu menjelaskan jika pokok bahasan yang satu itu tidak perlu praktek? Atau kamu malas membaca literatur? Disana sudah ada tercantum standar kompetensi untuk setiap pokok bahasan, dan Sistem Reproduksi Manusia hanya sebatas teoritis, TIDAK masuk dalam aspek praktis.
Perlu kamu tahu, orang tuamu jauh-jauh menyekolahkanmu kesini penuh dengan perjuangan, penuh harapan. Tak peduli seberapa lelahnya mereka membanting tulang tiap hari, melawan teriknya matahari, berjudi nasib bahkan bertaruh nyawa demi mendapatkan pundi-pundi rupiah untuk memfasilitasi pendidikanmu. Berharap agar kehidupanmu kelak setidaknya bisa setingkat lebih baik dari mereka. Sementara kamu disini, tanganmu tak pernah lepas dari gadget, kalau ada waktu kosong bukan kamu gunakan untuk belajar, tapi untuk sosmed-an, selfie-selfie-an, makan, tidur, atau huru-hara dengan teman-temanmu. Dimana letak penghargaanmu atas kerja keras orang tuamu? Apakah janin berumur lima bulan yang sedang berkembang dalam rahimmu itu yang akan kamu jadikan blueprint atas kerja keras orang tuamu dalam menyekolahkanmu?

Ketahuilah Dik, menjadi siswi itu memang gampang-gampang susah. Aku sudah mengalaminya lebih dulu. Aku juga pernah melewati masa pubertas. Masa dimana aku selalu diingatkan akan peringatan larangan pacaran oleh Ibuku. Sebenarnya masa-masa menjadi siswi itu bisa menjadi sangat manis jika berada di jalur yang benar dan akan menjadi rumit jika jalur yang benar itu dibelokkan. Masa-masa menjadi pelajar (brahmacari) adalah masa untuk mencari dan menimba sebanyak mungkin ilmu pengetahuan (dharma) dan harus bisa pula menekan dan mengendalikan keinginan atau hawa nafsu (kama). Jika bisa melewati itu semua, pantaslah kamu digelari sisya sista (siswa teladan).


Jadi sekarang, tidak usahlah repot-repot meminta maaf kepadaku. Aku sudah memafkanmu sebelum kamu memintanya. Orang tuamu adalah orang yang paling terpukul atas peristiwa ini dan kepada merekalah kamu pantas memohon maaf. Tuhanpun mungkin baru akan memafkanmu jika orang tuamu sudah bisa memberimu maaf. Bertanggung jawablah atas perbuatan besar yang telah sukses kamu lakukan. Pesanku, jaga kesehatanmu juga janin yang kamu kandung. Rawat baik-baik bayimu nanti. Kamu perlu banyak belajar dari bidan desa atau ibu-ibu yang menurutmu punya kompetensi dalam mengasuh anak. Tak perlu berkecil hati atas insiden ini. Tunjukkan pada orang tuamu dan tunjukkan kepada masyarakat bahwa kamu bisa menjadi ibu yang baik. Cukuplah itu menjadi pelajaran bagimu dan berusahalah untuk memperbaiki semuanya. Tolong jangan abaikan lagi nasehatku yang terakhir ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

x_3badcda6