http://winest-wirmayani.blogspot.com/2013/04/budaya-galau-mahasiswa-vs-tipologi-dosen.html

Jumat, 25 Januari 2013

Jurnal oh Jurnal...


Dunia pendidikan, secara khusus di jenjang pendidikan tinggi, saat ini dituntut untuk membuat publikasi karya ilmiah untuk mendapatkan gelar akademik. Tak hanya di tingkat doktoral dan magister, tingkat sarjanapun harus mempublikasikan karya ilmiah sebagai syarat kelulusan. Bedanya, jika jenjang strata 1 minimal dipublikasikan di jurnal lokal, strata 2  di jurnal nasional, sedangkan program doktoral atau strata 3 harus bisa menghasilkan minimal satu publikasi ilmiah yang diterbitkan pada jurnal internasional.
Sebagai suatu hal yang baru, tak jarang pro dan kontra terhadap publikasi ilmiah kerap terdengar. Ada yang sepakat dengan adanya publikasi ilmiah sebagai syarat kelulusan, tapi ada pula yang kontra karena menganggap hal ini akan memperlambat terselesainya studi mengingat tahap publikasi jurnal yang relatif memakan waktu yang lama. Bahkan di jurnal internasional, waktu dua tahun adalah hal biasa untuk rentang waktu diterbitkannya artikel.
Alasan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) memberlakukan program ini karena publikasi ilmiah Indonesia masih sangat kurang jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. Untuk menyiasati hal itu, Ditjen Dikti mensyaratkan kepada mahasiswa mulai dari jenjang strata 1 hingga strata 3 untuk membuat minimal satu publikasi karya ilmiah berupa artikel sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar akademik. Peraturan ini mulai diterapkan sejak bulan Agustus kemarin.
Jika dimaknai positif, program yang diberlakukan Ditjen Dikti sesungguhnya akan membawa dampak baik bagi reputasi pendidikan di Indonesia. Dengan banyaknya publikasi ilmiah, ini pula bisa menjadi indikator kemajuan suatu bangsa, khususnya dalam bidang akademik. Publikasi itu juga dapat dijadikan referensi bagi pembaca yang tengah merampungkan tugas akhir dalam segala jenjang dan berbagai bidang. Itu bisa dijadikan rujukan, karena artikel yang terpublikasi sudah melewati tahapan seleksi yang kemudian jika dinilai telah sesuai dengan kriteria tertentu, artikel itu akan lolos dan dipublikasikan dalam bentuk jurnal. Tapi perlu diketahui, tak semua penerbitan jurnal terakreditasi. Olehnya, jika ingin mempublikasikan artikel pada jurnal yang legal dan telah memiliki SOP, diperlukan ketelitian dan keaktifan mencari informasi, dimana gerangan penerbitan jurnal yang sesuai dengan kriteria diatas.
Jika publikasi jurnal ini nantinya dapat berjalan lancar dan berkelanjutan, berarti setidaknya ada satu poin plus yang disumbangkan pendidikan tinggi untuk negara yaitu meningkatkan produktivitas lulusan yang berkorelasi pada kualitas lulusan itu sendiri. olehnya, saat ini institusi, dosen maupun mahasiswa gencar menyelenggarakan dan ikut berpartisipasi dalam sosialisasi penulisan dan persiapan publikasi jurnal. Jika mahasiswa S1 umumnya dibimbing oleh dosennya, S2 biasanya menghadirkan pembicara tingkat nasional, sedangkan S3 kerap kali mengundang pembicara luar negeri yang telah memiliki pengalaman dalam penulisan jurnal yang diterbitkan.
Ini pulalah yang tengah dilakukan oleh Universitas Tadulako yang untuk kali keduanya menyelenggarakan seminar jurnal internasional dengan menghadirkan pembicara asal Australia. Publikasi jurnal ini berkaitan dengan kompetensi menulis. Jika mahasiswa yang selama kuliah jarang menulis, maka tentulah hadirnya jurnal sebagai persyaratan kelulusan ini dianggap sebagai momok yang menakutkan. Mulai sekarang budayakan menulis. Ikat segala ilmu yang pernah diperoleh melalui menulis. Tulisan juga akan memperkaya kepustakaan negeri yang berujung pada kecerdasan bangsa untuk bangkit dari belenggu kebodohan.
Berlanjut mengenai seminar, Dianne Mayberry dari Universitas Queensland Australia mengatakan, ada beberapa kriteria sebuah karya tulis dapat diterima dalam jurnal Internasional. Kriteria itu adalah singkat, padat dan jelas. “Scientific writing should be clear, precise and brief” tutur Mayberry. Tak jauh berbeda dengan Profesor Ismet dari Universitas Deakin Australia. Ia mengatakan jumlah kata dalam artikel umumnya tak lebih dari 5.000.
Apapun hambatan dalam penulisan dan persiapan karya tulis ilmiah, akan dapat diminimalisasi dengan cara menginisiasi sejak dini bagaimana esensi dan kaidah dari karya tulis yang hendak dipublikasikan. Melakukan bimbingan, mengikuti workshop atau mengakses sendiri di jurnal internet, itu semua dapat menambah wawasan untuk melangkah pasti mempersiapkan jurnal yang siap dipublikasikan sebagai tiket untuk memperoleh gelar akademik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

x_3badcda6