http://winest-wirmayani.blogspot.com/2013/04/budaya-galau-mahasiswa-vs-tipologi-dosen.html

Rabu, 03 Desember 2014

Shake It Off (Kamu Terlalu Berbeda)



Kamu terlalu berbeda. Itulah tiga kata yang terlalu lekat di pikiranku untuk mendeskripsikan dirimu. Perbedaan yang tak tertolerir dan sudah menjadi harga mati. Seperangkat perbedaan yang terlampau jauh bahkan terlalu sulit untuk diduduk-sejajarkan nantinya. Tapi, dalam setumpuk perbedaan itu, ada sebongkah kekuatan yang begitu sulit dideskripsikan dengan bahasa yang rumit sekalipun. Apapun jenis kekuatan itu, entahlah, aku pun tak tahu pasti apa sebutan yang tepat untuk menamainya. Yang jelas, kekuatan itu cukup memampukan saya untuk move on.
Awalnya hanya sebuah lelucon, hanya sebuah produk drama terencana. Semuanya di set sebagai seperangkat hiburan semata. Akan tetapi, sang kala berkata lain. Produk drama itu perlahan berubah menjadi realitas. Jika tadinya saya hanya menyaksikan reality show di televisi, kini rasanya justru saya yang berperan di dalamnya.  Sosial media memang memiliki segudang manfaat. Saya menyebutnya bermanfaat karena hal ini berdampak positif kepada saya yang telah hampir tuntas melenyap-matikan segenap perasaan-perasaan aneh yang terkadang kedatangannya tanpa melalui permisi kepada pemilik jiwa dan raga yang hendak didiami (hantu kali ya). Melalui socmed ini, tepatnya Facebook, kini saya kedatangan tamu lagi. Tamu ini sudah cukup lama saya ketahui sebelumnya, sehingga kedatangannya tidak terlalu mengagetkan. Dia juga melakukan permisi sebelum memasuki pekarangan hati saya. Beginilah, kalau berbicara hati, berarti berbicara pula pada suatu ketidak pastian. Tidak ada result yang exact kalau difilternya dengan hati, susah digeneralize. Terkadang logika menjadi kalah kuat kalau sudah dihadapkan dengan yang namanya hati, apalagi cinta, oh my God. Tersebutlah pria asing yang tinggal berbatasan dengan negara India yang kini telah empat tahun menjadi teman saya di dunia maya itulah yang keberadaannya seperti pisau bersisi ganda. Pada satu sisi, dia potensial sebagai alat penguat, tapi disisi lain, dalam kekuatan itu pula ada beberapa hal yang sangat mungkin untuk melunturkan kesaktian kekuatan itu.
Tampak terlihat kesaktian yang dihasilkan olehnya. Dalam beberapa bulan saja dia bisa membuat saya move on bahkan move away dari seorang makhluk mulia yang juga ciptaan Tuhan yang berasal dari wilayah Indonesia bagian barat itu. Beberapa manfaat yang saya dapatkan dan hingga kini saya rasakan adalah kosa kata Bahasa Inggris saya bertambah karena kita kerap bercakap-cakap menggunakan bahasa persatuan itu. Kita juga berbagi tentang potensi negara kita masing-masing, bercerita tentang budaya. Kami juga kerap berbagi tentang agama, memandang suatu hal dari kacamata agama masing-masing, hingga hal-hal mendetail lainnya yang lebih bersifat pribadi. Sekilas terlihat betapa pluralnya hubungan kami, betapa perbedaan itu menjadi penguat dalam suatu hubungan. Tapi
anggapan itu tidak benar adanya. Pada akhirnya jika sudah menemui waktunya, pasti akan dihadapkan dengan kalimat sederhana ini “siapa ikut siapa”. Kalau “siapa ikut siapa” dalam konteks tanah air saja, ya tidak terlalu bermasalah. Setidaknya masih bisa memakai kewarganegaraan sendiri, tapi kalau sudah menyangkut hubungan transendental, siapa yang sanggup? Dan saya adalah salah satu orang yang menentang hal ini. Bukannya fanatik, tidak. Hanya saja saya sudah menemukan kebenaran yang saya cari dan itu saya dapatkan di Agama saya. Saya tidak ingin mengonversinya dengan cara apapun, terlebih karena alasan pria dan cinta. No way. Inilah yang saya sebut sebagai perbedaan yang tak tertolerir.
Menghadapi keadaan demikian, maka logika harus diupayakan semaksimal mungkin agar tak kalah dengan yang namanya perasaan yang sarat dengan unsur emosionalnya itu. Logika harus tetap berjalan lurus, setidaknya beriringan dengan perasaan. Benar, kamu telah dan bahkan masih mendapat tempat di hati ini, but in one condition. Sebisa mungkin saya tidak akan mengizinkan cinta membutakan kehidupan saya. Cinta itu membangun, bukan menjatuhkan. Cinta itu harusnya menerangkan, bukan membutakan. Kalau toh ada yang mengatakan terbutakan oleh cinta, maka periksa kembali logika Anda, khususnya otak kiri. Is it still working? Kamu memang teman yang baik. Biarpun dalam long distance, tapi bisa memampukan saya. Setidaknya dari kejauhan sana kamu telah menyumbang suatu hal yang bernilai bagi saya yang tak semua orang dapat lakukan. Tapi mengingat kembali perbedaan-perbedaan mendasar itu, cepat atau lambat kita pasti akan bubar. Dan akhirnya suatu ketika kita akan memiliki sejarah LDR tersendiri yang mungkin layak diceritakan kepada pasangan hidup, anak-anak bahkan cucu kita masing-masing kelak. Anyway, jika kamu (orang yang saya maksud) menemukan tulisan ini lalu mengartikannya di translator, yakin saja kamu tidak akan mendapatkan makna pasti dari artikel ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

x_3badcda6