http://winest-wirmayani.blogspot.com/2013/04/budaya-galau-mahasiswa-vs-tipologi-dosen.html

Jumat, 31 Mei 2013

Indonesia Jaya Jika Pancasila Berstana



Indonesia, sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak pada Garis Lintang 60LU-110LS serta pada Garis Bujur 950BT-1410BT. Wilayah Nusantara ini terbentang dari Sabang hingga Merauke dengan ribuan pulau besar dan kecil yang berjejer sepanjang bentangan itu. Secara geografis, negara ini diapit oleh dua samudera, yaitu Pasifik dan Hindia. Indonesia juga dikenal dengan kemaritimannya, sebab dua per tiganya dari total wilayah NKRI terdiri atas lautan.  Begitu pula dengan kondisi demografis di negara ini. Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris, sebab sebagian besar warga negaranya bermata pencaharian sebagai petani. Belum lagi dari segi budaya. Indonesia kaya akan kebudayaan. Banyak produk budaya asli Indonesia yang menjadi kebanggaan dunia. Indonesia punya suku bangsa yang beragam, punya bahasa daerah yang variatif, punya produk-produkseni yang memiliki tingkat estetika tinggi bahkan menjadi salah satu keajaiban dunia, punya wilayah desa adat yang sarat akan kearifan lokalnya, serta masih banyak lagi keunikan asli Indonesia yang tak dimiliki oleh bangsa manapun. Olehnya, sudah semestinya bangsa Indonesia bangga dan cinta terhadap tanah air ini.

Kalau ditanya, apakah saya bangga menjadi warga negara Indonesia? Maka saya dengan penuh kebanggaan pula akan menjawab “bangga”. Bangga yang saya bubuhkan tanda petik itu bukan sebatas menunjukkan kebanggaan saja, melainkan bermakna bangga yang bersyarat. Ini mengandung pengertian bahwa tak rasa bangga itu tak menyeluruh, tetapi ada beberapa sisi yang patut disyaratkan untuk mencapai kebanggan penuh
terhadap bangsa ini. Kebanggaan pertama saya adalah, dari segi historikal, negara ini pernah memiliki pemimpin bangsa yang hebat. Di zaman kerajaan, kita mengenal kejayaan Majapahit dengan rajanya Raden Wijaya dengan patihnya Gadjah Mada mampu mempersatukan nusantara. Hebat dan luar biasa. Disaat perkembangan teknologi masih sangat minim dan terbatas, seorang raja muda pemimpin Majapahit mampu mempersatukan Nusantara. Di zaman ini pula muncul kitab-kitab dalam Bahasa Sanskerta yang kemudian diadopsi oleh founding father Indonesia untuk simbol-simbol kenegaraan. Lain halnya dengan zaman sekarang ini. Dengan perkembangan teknologi yang kian canggih, tapi orang-orangnya tidak secanggih perkembangan IT tersebut. Kualitas pemimpin Indonesia masa kini masih kalah dengan kepemimpinan kerajaan Majapahit di zamannya. Buktinya? Sekarang banyak terjadi kriminalitas, banyak terorisme, beberapa pulau dan daerah ingin memisahkan diri dari NKRI, dan masih banyak lagi penyakit bangsa ini. Tapi saya tetap bangga dengan negara ini, toh saya pernah punya Majapahit sebagai pusat peradaban Nusantara. Kedua, bangsa ini pernah memiliki tokoh muda kreatif dan cerdas sekaligus menjadi proklamator Indonesia. Dialah Soekarno, the founding fatherof Indonesia. Tokoh muda inilah yang menjadi blueprint perjuangan. Bagaimana ia mengarahkan anak bangsa untuk melakukan pembelaan terhadap tanah air dari para penjajah. Bagaimana strateginya politik dan diplomasinya, hingga akhirnya bisa merebut kemerdekaan dari para koloni Belanda. Ia juga penggagas Marhaenisme, suatu paham asli dari Indonesia yang berbasis kerakyatan. Ia dan rekan-rekan di zamannya pula yang mencetuskan ideologi Pancasila, suatu pandangan hidup yang relevan untuk Bangsa Indonesia hingga saat ini yang menjadi salah satu pilar negara Indonesia. Banyak lagi rekam jejak yang dilakukan oleh presiden pertama Indonesia ini.Itu semua adalah suatu prestasi anak bangsa yang perlu diapresiasi, diteladani semangat dan keberaniannya, tanpa harus menjadi kongruenatau identik dengannya.
Jika keduanya itu merupakan kebanggan yang hanya bisa disaksikan dan dikagumi dari sejarah, maka inilah kebanggaan ketiga saya terhadap Indonesia yang hingga saat ini masih bisa disaksikan bahkan dilakoni langsung. Rasa bangga itu adalah pada seni dan budaya Indonesia yang memuat perwajahan negeri ini. Seni dan budaya yang beragam dengan tingkat estetika tinggi, turut melukiskan kebhinekaan di NKRI. Ada Candi Borobudur yang masuk dalam tujuh keajaiban dunia, ada tarian dan lagu dari beberapa daerah yang diplagiat bahkan diakui oleh Malaysia sebagai produk budayanya. Itu semua tak lain karena kebudayaan Indonesia memiliki keunikan dan memiliki value di mata internasional. Ketiganya itulah yang menjadikan saya bangga terhadap Indonesia.
Lalu, apakah bangsa Indonesia sudah maju? Sudahkah terpenuhi cita-cita para pejuang kemerdekaan, terutama sang proklamator sesuai apa tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tentang tujuan negara Indonesia? Apakah sudah terwujud kesejahteraan umum, bangsa yang cerdas serta seberapa besar partisipasi kita dalam upaya ketertiban dan perdamaian dunia? Jawabannya adalah belum. Indonesia belum menjadi bangsa yang maju. Bahkan, Indonesia saat ini menjadi bangsa yang terpuruk, bangsa yang kurang sejahtera. Apa penyebabnya? Ya, karena sudah tak konsisten dengan Pancasila. Pemberitaan korupsi begitu populer di media massa Indonesia. Itulah salah satu indikator bahwa pudarnya nilai-nilai Pancasila pada bangsa ini. Apakah perbuatan korupsi masih masuk dalam ranah kemanusiaan yang adil dan beradab serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Jawabannya tentu tidak. Terlebih lagi banyak anak-anak muda negeri ini yang rusak karakternya. Hingga akhirnya mereka mudah terpancing dan terjerumus pada hal-hal yang tak sesuai dengan koridor Pancasila. Kebiadaban geng motor, tawuran pelajar, demo mahasiswa anarkis adalah beberapa potret miris kondisi kepemudaan Indonesia yang juga menjadi PR bersama. Bagaimana upaya memajukan bangsa ini dan membuatnya bangkit dari keterpurukan? Pendidikan solusinya. Pendidikan seperti apakah itu? Pendidikan yang bisa menanamkan karakter kebangsaan yang berbasis Pancasila kepada peserta didik. Dari sinilah diperoleh generasi muda yang tangguh, yang risk taker, yang melek terhadap kondisi bangsa. Selain itu, paradigma pendidikan selama ini yang menghasilkan generasi cerdas hanya untuk dirinya sendiri perlu dirombak. Harusnya output pendidikan diorientasikan untuk membentuk generasi yang cerdas secara akademik dan mampu mengaplikasikan dengan cerdas pula kepada masyarakat, bukan cerdas untuk konsumsi pribadi. Jika suatu negara ingin maju, sebaiknya ditata dan dikelola baik generasi mudanya, sebab merekalah yang menjadi kader beberapa waktu kedepan. Generasi muda pada umumnya berada dalam masa-masa pendidikan, entah itu SMA maupun perguruan tinggi. Itu sebabnya mengapa saya ingin merevitalisasi pendidikan Indonesia dengan penguatan nilai-nilai Pancasila.
Dengan menghasilkan luaran pendidikan yang cerdas dan berkarakter sesuai dengan ideologi bangsa, segala kekurangan dan kelemahan yang ada saat ini tidak menutup kemungkinan akan terminimalisir oleh sepak terjang generasi muda Indonesia kedepannya. Sehingga masyarakat dunia patut bangga akan Indonesia, bangga akan produk bangsa Indonesia serta bangga akan generasi Indonesia dengan ciri khasnya sendiri, yang cerdas, ramah, berwibawa, berkarakter, terlebih lagi terselimuti akan nilai-nilai Pancasila. Dengan itu, dunia akan melek terhadap Indonesia, dunia akan mempertimbangkan kualitas, kuantitas, dan kapabilitas Indonesia untuk menduduki posisi penting dalam organisasi tingkat dunia.Buat dunia bangga dengan Indonesia seperti halnya citra baik RI di dunia internasional beberapa puluh tahun lalu, pada masa kepresidenan  Soekarno.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

x_3badcda6