http://winest-wirmayani.blogspot.com/2013/04/budaya-galau-mahasiswa-vs-tipologi-dosen.html

Sabtu, 09 Juni 2012

Kualitas tak Jadi Prioritas, Konsistensi Jadi Negasi

"Saya tak begitu butuh dengan segala kebaruan yang ada, karena  itu bukanlah prioritas. Justru yang menjadi kebutuhan primer, itulah yang   tidak terealisasikan. Hal itu terjadi bukan karena masalah finansial, tapi itu semua karena adanya unsur pribadi yang jelas-jelas tidak mengandung cover both side"

Demikianlah adanya. Ketika neraca sudah tak berfungsi sebagaimana mestinya, semuanya menjadi kacau, rancu dan lain-lain. Terlebih lagi ada unsur pribadi didalamnya, membuat mata walaupun sudah memakai kacamata, tak lagi jeli melihat situasi. Kualitas tak jadi prioritas dan konsistensi berubah menjadi negasi. Sungguh sebuah sistem yang rancu. Dimana neraca hendaknya bisa menimbang semuanya dengan seimbang, tapi sudah beralih fungsi. Oleh sebab inilah mulai timbul ketidaknyamanan yang signifikan.
Ditinjau dari segi partisipasi, nampaknya sudah lebih dari cukup. Tapi itu semua hanyalah sebagai katalis. Semua itu tak ada artinya di kacamatanya. Entah parameter  apa yang digunakan sehingga outputnya seperti itu. Beda perspektif itu, wajar. Tapi disini, masalah yang paling mendominasi adalah individual proximity. Ya, tak salah lagi. Begitu banyak sumbangsih yang diberikan, tapi tak ada outputnya. Dalam ilmu kimia, inilah yang disebut katalis, ikut bereaksi tapi tak terlibat dalam hasilnya.
Terlepas dari semua itu, dengan segala kebaruan yang ada, itu justru memberi dampak yang sangat buruk bagi beberapa orang yang terlibat didalamnya. Medium itu hanya dijadikan fasilitas hedonis, bukan pada fungsionalisasinya. Dan hal itu hanya dinikmati oleh pihak tersebut saja (yang terlibat unsur pribadi), selebihnya merasakan ketidaknyamanan dengan semuanya. Jelaslah ada jurang pemisah antara dua belah pihak. Dan jika cermat, ini yang mesti dirombak. Tapi apa daya, seperti yang telah dikatakan diatas, neraca sudah oleng, telah gelap mata dan hati. Semuanya digalaukan oleh sesuatu yang sangat individualis. Bisa dipetik dari hikmah dari hal diatas, dalam mengambil sebuah keputusan apapun itu yang berhubungan dengan kalangan internal, haruslah dimusyawarahkan terlebih dahulu dalam rangka mencapai mufakat. Jika sudah begini kondisinya, yang ada kreativitas melemah dan yang lebih parahnya lagi, tidak merasakan kenyamanan sesama kalangan internal yang apabila ini terus berlanjut, kesenjangan ini berbuntut pada pembubaran.
Demikianlah keadaannya. Selama keadaan ini tetap berlanjut dan masih berat sebelah, maka banyak efek buruk yang  telah terprediksi. Inti dari semuanya adalah keberimbangan. Konsistensi perlu dipertanyakan. Jangan faktor individu yang dijadikan parameter, hingga kreativitas kalangan internal lainnya tak mendapat tempat yang semestinya. Kualitas hendaknya tetap jadi prioritas. Dengan inilah kreativitas itu semakin meningkat karena ada apresiasi. Tetaplah pada komitmen awal. Semoga masalah ini secepat mungkin menemui titik terang dan neraca bisa berfungsi sebagaimana fungsi sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

x_3badcda6