http://winest-wirmayani.blogspot.com/2013/04/budaya-galau-mahasiswa-vs-tipologi-dosen.html

Senin, 05 Desember 2016

Melawan Takut

Selamat malam Penciptaku, hari ini aku ingin mengucapkan terima kasihku kepadaMu sebelum aku melewati gelapnya malam ini. Aku ingin mengatakan kepadaMu betapa aku bersyukur atas apa yang telah kulihat, temui dan rasakan. Semua itu membuatku semakin dewasa, mengajarkanku untuk lebih bijak. Aku percaya tak ada sesuatu yang terjadi karena kebetulan. Semua itu terjadi karena kehendakMu.

Bulan ini adalah salah satu periode yang penting dalam catatan harianku. Aku yang dikenal sebagai sosok lembut dan melankolis ini beberapa minggu terakhir memiliki pengalaman yang jauh berbeda dari sebelumnya. Kawan atau kerabat dekatku tahu benar jika aku adalah tipikal orang yang mengagumi kedamaian, keanggunan dan kecerdasan. Sudah menjadi barang pasti bahwa aku membenci kekacauan, kekasaran dan kebodohan.  Oleh karena itu, bagi siapapun yang menyandang apa yang kubenci itu, sudah sangat pasti mereka masuk dalam daftar hitamku. Jangankan bergaul, melihat orang yang berwajah sangar saja sudah berbagai hal negatif yang bersarang dalam pikiranku. TAPI itu dulu. Sekali lagi itu dulu sebelum aku tahu dan berhadapan dengan orang-orang berikut.

Belakangan ini, aku dan beberapa kerabat yang terhimpun dalam sebuah organisasi sosial yang mengabdi dalam bidang pendidikan. Kami melakukan kegiatan mengajar di lingkungan yang terbilang tak biasa. Lingkungan yang berbeda dan juga kelompok orang yang sangat berbeda dari pengalamanku sebelumnya. Ya, kelompok orang yang masuk dalam daftar hitamku. Seperti yang kutulis di awal tadi, aku membenci kekacauan, kekasaran dan kebodohan. Tapi inilah karmaku bertemu dengan mereka. Aku memberikan pelayanan pendidikan kepada narapidana di salah satu lembaga pemasyarakatan di Palu. Pelayanan pendidikan itu berupa kegiatan mengajar baik secara formal maupun informal.  Tubuh penuh tatto, kaki terluka oleh tembakan timah panas, bibir hitam legam dan raut wajah sangar adalah serangkaian pemandangan menyeramkan yang selalu terguguhkan di hadapanku. Melihat hal demikian, terang saja nyaliku terpincut dan rasa nyamanku tergerus. Belum lagi setelah mengetahui kasus mereka, ada yang terlibat narkoba; baik itu pemakai atau pengedar, begal, pembunuhan; baik itu pembunuhan biasa bahkan pembunuhan berencana. Oh My Godness!!

Awalnya aku tak begitu yakin bisa menghadapi mereka apalagi melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Rasa takut dan stigma negatif yang berlebihan membuatku tak nyaman berada diantara mereka. Suatu ketika aku berada dalam kesadaran spiritual primaku. Saat itulah aku berpikir bahwa aku harus berhadapan dengan mereka tanpa peduli apapun latar belakangnya. Aku menjadikan ini semua sebagai sebuah tantangan untuk diriku. Tak mudah bagi seorang introvert plus melankolis melakukan hal ini. Berbekal Ilmu Komunikasi, walaupun tak begitu akrab dengan aspek praktisnya, aku ingin memberikan yang terbaik dari diriku.
Foto Bersama

Sepuluh, limabelas menit berlalu, tak ada sepucuk senyumpun yang terlintas di wajah mereka. Beberapa pasang mata itu hanya fokus memandang ke arahku, mendengarkan dan mungkin juga membaca raut wajahku yang menyiratkan kegelisahan. Aku sempat berpikir, sebegitu “garing”nyakah aku hingga tak bisa mencairkan suasana, tak bisa membuat mereka tersenyum? Atau karena kekhawatiranku pada mereka yang akan melakukan tindakan-tindakan kurang baik terhadapku sehingga tampak pada raut wajahku yang tidak bersahabat hingga akhirnya membuat mereka menjadi kurang nyaman? Hmmm.. bisa jadi. Aku pamit ke luar sebentar mengambil air mineral, mengatur nafasku, lalu kembali ke kelas. Apa yang terjadi? Tak lama berselang setelah itu, aku berhasil menghadirkan senyum mereka, bahkan tak jarang tertawa cekikikan pun kerap terdengar. Begitulah seterusnya hingga waktu belajar usai.

Pada pertemuan kedua, mereka sudah menunjukkan keterbukaannya, berani bercerita tentang dirinya kepadaku. Mereka cukup kooperatif dan komunikatif, walau ada beberapa diantara mereka memiliki latar belakang pendidikan yang belum cukup baik sehingga sulit baginya untuk memahami makna sebuah kalimat ataupun istilah. Tapi itulah tantangan, itulah tugasku untuk membuatnya paham. Sekedar informasi, beberapa dari kisah hidup mereka berhasil mengetuk hatiku dan membuatku jauh lebih bersyukur atas hidup yang kumiliki. Mereka adalah sosok yang kuat, terlepas dari segenap pelanggaran hukum yang mereka lakukan. Belum tentu aku bisa sekuat mereka jika aku berada di posisinya.
Menulis Essay


Well, semua ini adalah pelajaran baru buatku. Sebuah pelajaran yang membuatku bertambah dewasa dan mengajarkanku untuk bersikap lebih bijak. Sebelumnya tak pernah terpikir olehku bisa berbaur dengan mereka yang dengan kondisi demikian karena terlalu banyaknya stigma negatif yang bersarang di kepalaku. Tapi setelah  menjalin komunikasi dengan mereka, stigma negatif itupun perlahan memudar. Aku ingin membagikan sebuah advice kepada kita semua yang aku peroleh dari mereka. Jangan karena kita benar lalu dengan mudahnya kita menganggap salah seseorang. Jangan karena mereka tak sama dengan orang kebanyakan lalu dengan mudahnya kita memberi penilaian bahwa mereka salah. Terkadang kita menganggap salah atau buruk seseorang karena kita belum pernah ada di posisi mereka, belum pernah menjalani hidup seperti yang mereka jalani. So, stay positive and be wise!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

x_3badcda6