Hari
spesial yang terprediksikan saat ini, adalah hari saat dimana saya tengah
di wisuda. Saya telah membayangkan bagaimana gembiranya pada hari itu. Apalagi
jika mendapat predikat cum
laude, sungguh lengkap
kiranya rasa bahagia itu. Dihadiri oleh kedua orang tua, yang merupakan orang
terpenting dalam hidup saya, family serta sejumlah rekan.
Tetapi kesempurnaan itu kurang lengkap rasanya jika di wisuda saya kelak tidak dihadiri oleh sosok satu ini.
Beliau adalah orang yang memiliki peranan penting dalam hal skill. Ia adalah Bapak Lasakka Pamatti,
guru saya sewaktu di sekolah menengah kejuruan, SMK Negeri 2 Palu. Beliau
adalah sosok yang cerdas, terkesan cuek, terampil,
tegas, berdedikasi tinggi, etc. Akan tetapi ketegasannya membuat sebagian orang
men-judge-nya negatif, termasuk
saya pada saat itu. Tetapi anggapan itu berubah ketika saya masuk di perguruan
tinggi. Metode yang terbilang keras seperti yang ia terapkan saat itu,
menjadi kenyataan pada perkuliahan. Dari sinilah saya sadar bahwa apa yang ia
lakukan adalah semata untuk membentuk
kemandirian dan membentuk pola pikir, bukan hal-hal negatif seperti yang
dicitrakan sebagian orang.
Ketika
diberikan tugas oleh beberapa dosen, tugas sayalah terkesan berbeda dibanding teman-teman
lainnya. Itu berdasarkan anggapan dari beberapa teman. Dalam hal pengemasannya,
saya selalu menyisipkan unsur-unsur multimedia didalamnya sebagaimana ilmu yang
ia tuangkan saat saya mengenyam pendidikan di SMKN 2 Palu pada program keahlian
Multimedia. Jika saya mendapat nilai yang memuaskan atau mendapat nilai+ dari
rekan ataupun dosen, saya selalu bersyukur kepada Tuhan dan orang pertama yang
saya ingat adalah Pak Lasakka. Karena beliaulah saya seperti ini. Kedepannya, mata
kuliah saya banyak yang berhubungan dengan software multimedia. Saya merasa
sangat beruntung, karena saya memiliki basic untuk itu sebagaimana yang telah
diberikan oleh Pak Lasakka.
Lassaka Pamatti |
Tindakan
kurang etis beberapa waktu lalu yang sempat mengecewakan Pak Lasakka merupakan
kesalahan besar yang pernah saya lakukan. Tindakan yang terkesan kasar itu terjadi
ketika saya panik hendak menyerahkan fotocopy ijazah ke Universitas Tadulako
yang pada keesokan harinya adalah tengat waktunya. Kepanikan saya dan beberapa
omelan dari Bapak dan Ibu Lasakka tersuspensi hingga terjadilah insiden tersebut,
dimana saya pulang tanpa pamit dan sempat menutup kasar pintu garasi beliau.
Setelah
berpikir panjang, dan sempat saya diskusikan dengan Ayah saya, beliau
menyarankan agar saya meminta maaf dengan Guru Besar saya itu. Tapi hal ini
belum terealisasi dikarenakan saya belum memiliki keberanian untuk menyampaikan
secara lisan. Melalui tulisan ini saya berharap Pak Lasakka membacanya hingga
ia tahu bahwa ia adalah sosok yang signifikan dan memiliki peran besar bagi
siswanya. Juga saya ingin menyampaikan ucapan maaf yang sebesar-besarnya kepada
beliau atas tindakan itu. Terima kasih Pak Lasakka, karena ilmu yang engkau
berikan, saya dapat menulis disini. Semoga Tuhan selalu menyertai Bapak dan
keluarga serta segala aktivitas yang dijalani. Seperti harapan saya diatas,
bahwa saat wisuda kelak (Awighnam Astu), Bapak bisa hadir dalam moment
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar