Selamat malam
Penciptaku, hari ini aku ingin mengucapkan terima kasihku kepadaMu sebelum aku
melewati gelapnya malam ini. Aku ingin mengatakan kepadaMu betapa aku bersyukur
atas apa yang telah kulihat, temui dan rasakan. Semua itu membuatku semakin
dewasa, mengajarkanku untuk lebih bijak. Aku percaya tak ada sesuatu yang
terjadi karena kebetulan. Semua itu terjadi karena kehendakMu.
Bulan ini adalah
salah satu periode yang penting dalam catatan harianku. Aku yang dikenal
sebagai sosok lembut dan melankolis ini beberapa minggu terakhir memiliki
pengalaman yang jauh berbeda dari sebelumnya. Kawan atau kerabat dekatku tahu
benar jika aku adalah tipikal orang yang mengagumi kedamaian, keanggunan dan
kecerdasan. Sudah menjadi barang pasti bahwa aku membenci kekacauan, kekasaran
dan kebodohan. Oleh karena itu, bagi
siapapun yang menyandang apa yang kubenci itu, sudah sangat pasti mereka masuk
dalam daftar hitamku. Jangankan bergaul, melihat orang yang berwajah sangar
saja sudah berbagai hal negatif yang bersarang dalam pikiranku. TAPI itu dulu.
Sekali lagi itu dulu sebelum aku tahu dan berhadapan dengan orang-orang
berikut.
Belakangan ini,
aku dan beberapa kerabat yang terhimpun dalam sebuah organisasi sosial yang
mengabdi dalam bidang pendidikan. Kami melakukan kegiatan mengajar di
lingkungan yang terbilang tak biasa. Lingkungan yang berbeda dan juga kelompok
orang yang sangat berbeda dari pengalamanku sebelumnya. Ya, kelompok orang yang
masuk dalam daftar hitamku. Seperti yang kutulis di awal tadi, aku membenci
kekacauan, kekasaran dan kebodohan. Tapi inilah karmaku bertemu dengan mereka.
Aku memberikan pelayanan pendidikan kepada narapidana di salah satu lembaga
pemasyarakatan di Palu. Pelayanan pendidikan itu berupa kegiatan mengajar baik
secara formal maupun informal. Tubuh
penuh tatto, kaki terluka oleh tembakan timah panas, bibir hitam legam dan raut
wajah sangar adalah serangkaian pemandangan menyeramkan yang selalu terguguhkan
di hadapanku. Melihat hal demikian, terang saja nyaliku terpincut dan rasa
nyamanku tergerus. Belum lagi setelah mengetahui kasus mereka, ada yang
terlibat narkoba; baik itu pemakai atau pengedar, begal, pembunuhan; baik itu
pembunuhan biasa bahkan pembunuhan berencana. Oh My Godness!!
Awalnya aku tak
begitu yakin bisa menghadapi mereka apalagi melaksanakan kegiatan belajar
mengajar. Rasa takut dan stigma negatif yang berlebihan membuatku tak nyaman
berada diantara mereka. Suatu ketika aku berada dalam kesadaran spiritual
primaku. Saat itulah aku berpikir bahwa aku harus berhadapan dengan mereka
tanpa peduli apapun latar belakangnya. Aku menjadikan ini semua sebagai sebuah
tantangan untuk diriku. Tak mudah bagi seorang introvert plus melankolis melakukan hal ini. Berbekal Ilmu Komunikasi,
walaupun tak begitu akrab dengan aspek praktisnya, aku ingin memberikan yang
terbaik dari diriku.
Foto Bersama |
Sepuluh,
limabelas menit berlalu, tak ada sepucuk senyumpun yang terlintas di wajah
mereka. Beberapa pasang mata itu hanya fokus memandang ke arahku, mendengarkan
dan mungkin juga membaca raut wajahku yang menyiratkan kegelisahan. Aku sempat
berpikir, sebegitu “garing”nyakah aku hingga tak bisa mencairkan suasana, tak
bisa membuat mereka tersenyum? Atau karena kekhawatiranku pada mereka yang akan
melakukan tindakan-tindakan kurang baik terhadapku sehingga tampak pada raut
wajahku yang tidak bersahabat hingga akhirnya membuat mereka menjadi kurang nyaman?
Hmmm.. bisa jadi. Aku pamit ke luar sebentar mengambil air mineral, mengatur
nafasku, lalu kembali ke kelas. Apa yang terjadi? Tak lama berselang setelah
itu, aku berhasil menghadirkan senyum mereka, bahkan tak jarang tertawa
cekikikan pun kerap terdengar. Begitulah seterusnya hingga waktu belajar usai.
Pada pertemuan
kedua, mereka sudah menunjukkan keterbukaannya, berani bercerita tentang
dirinya kepadaku. Mereka cukup kooperatif dan komunikatif, walau ada beberapa diantara
mereka memiliki latar belakang pendidikan yang belum cukup baik sehingga sulit
baginya untuk memahami makna sebuah kalimat ataupun istilah. Tapi itulah
tantangan, itulah tugasku untuk membuatnya paham. Sekedar informasi, beberapa
dari kisah hidup mereka berhasil mengetuk hatiku dan membuatku jauh lebih
bersyukur atas hidup yang kumiliki. Mereka adalah sosok yang kuat, terlepas
dari segenap pelanggaran hukum yang mereka lakukan. Belum tentu aku bisa sekuat
mereka jika aku berada di posisinya.
Menulis Essay |
Well, semua ini adalah
pelajaran baru buatku. Sebuah pelajaran yang membuatku bertambah dewasa dan
mengajarkanku untuk bersikap lebih bijak. Sebelumnya tak pernah terpikir olehku
bisa berbaur dengan mereka yang dengan kondisi demikian karena terlalu
banyaknya stigma negatif yang bersarang di kepalaku. Tapi setelah menjalin komunikasi dengan mereka, stigma
negatif itupun perlahan memudar. Aku ingin membagikan sebuah advice kepada kita semua yang aku
peroleh dari mereka. Jangan karena kita benar lalu dengan mudahnya kita
menganggap salah seseorang. Jangan karena mereka tak sama dengan orang
kebanyakan lalu dengan mudahnya kita memberi penilaian bahwa mereka salah.
Terkadang kita menganggap salah atau buruk seseorang karena kita belum pernah ada
di posisi mereka, belum pernah menjalani hidup seperti yang mereka jalani. So, stay positive and be wise!