http://winest-wirmayani.blogspot.com/2013/04/budaya-galau-mahasiswa-vs-tipologi-dosen.html

Selasa, 30 April 2013

Budaya Galau Mahasiswa vs Tipologi Dosen



Galau. Ya, lima huruf yang terangkai dalam satu kata ini, menjadi trending word dalam setiap perbincangan para remaja, alay, pemuda, dan berbagai jenis kaum lainnya. Kata sederhana ini mengandung makna yang jamak, yang ajaibnya bisa dipadankan dengan berbagai kata. Hingga tak heran, apabila kata ini kerap dipakai untuk melukiskan perasaan dan kondisi hati seseorang yang tengah dilema, resah, gelisah, gundah, pokoknya perasaan yang masih kena family dengan resah gelisah itulah.
Tak terkecuali di kalangan mahasiswa. Ini dia, mahasiswa memang rada aneh. Saya menyadari itu (eike aktor galau juga coy). Kegalauan dalam lingkup mahasiswa disebabkan oleh berbagai hal, baik yang nyata (skala) maupun yang abstrak (niskala). Tapi, disini saya akan membahas kegalauan yang asal muasalnya bersumber dari tugas-tugas akademik. Yups, mahasiswa atau yang pernah jadi mahasiswa pasti ngerti dengan galau laten satu ini.
Baiklah, saya akan memulai menguraikan tipologi kegalauan akan tugas-tugas itu. Sebagai seorang mahasiswa yang baik, kita harus masuk perkuliahan sesuai dengan waktu yang tertera dalam KRS. Dengan semangat empat lima ke kampus, kadang ngebut di jalanan juga sudah menjadi kebutuhan tatkala waktu kuliah sudah mepet, apalagi dosennya tipe chiller. Wow, jalanan sudah seperti cross area, tampaknya itu sudah dihalalakan otomatis oleh mahasiswa. Nah, setibanya di kampus, tepat waktu pula, setelah sebelumnya ngebut bak Valentino Rossi di jalan, tapi dosennya gak masuk, cuma nitip oleh-oleh tugas yang disampaikan oleh asistennya. Jleb!! Rasanya ingin nyakar tembok dan nelan batako. Biasanya dalam kondisi galau model ini, si dosen yang bersangkutan telah mendapat label khusus dari rembukan dan curahan hati miris para mahasiswa yang telah ditelantarkannya. Alangkah hancurnya perasaan ini, datang cepat-cepat, ngebut, toh akhirnya dosen tidak masuk tapi memberi tugas. Absurd, bukan?
Yo wes lah, apa boleh buat, positive thinking aja. Kerjakan aja tugas-tugas yang diberikan, agar raut wajahnya yang sudah rada keriput itu tidak tambah kusut, yang kepalanya sudah botak tengah,

Jangan Tambah Kegalauan Pemerintah dengan Aksi Belog Ajum Mahasiswa



Mahasiswa kerap disebut sebagai “The Agent of Change” atau agen pembawa perubahan, begitulah bahasa sederhananya. Mungkin inilah yang dijadikan oleh kebanyakan mahasiswa gak gaul itu sebagai alat pembenaran untuk melakukan serangkaian hal yang berbau “perubahan” tapi salah kaprah. Mereka kurang (bahkan tak mengerti) apa yang dimaksud dengan konotasi “perubahan” yang sebenarnya. The agent of change memang gak salah diidentikan dengan mahasiswa, bahkan memang begitu seharusnya kepribadian seorang mahasiswa, dengan catatan, perubahan yang berdampak pada kebaikan. Lantas, kalau dampaknya malah kebanyakan ketidak-baikannya, gimana? Nah, itu bukan the agent of change namanya, tapi belog ajum. Apa sih belog ajum itu? Belog ajum adalah ujaran dalam Bahasa Bali yang artinya kurang lebih bodoh plus sok. Udah  bodoh, sok pula. Walah-walah, benar-benar kultur yang sangat tidak patut untuk dicontoh apalagi diwariskan.
Ini dia, perbelog-ajuman kerap terjadi dikalangan mahasiswa jika ada kebijakan pemerintah yang sedikit kontras dengan kebijakan yang berlaku sebelumnya. Disinilah biasanya kumpulan-kumpulan mahasiswa gak gaul itu melakukan aksi yang luar biasa anehnya dengan berbagai motif yang perlu dipertanyakan kejelasannya. Mereka kerap berorasi yang kadang (bahkan sering) gak jelas apa yang dimaksudkan. Kalau saya sarankan, mereka itu perlu mempelajari ilmu komunikasi, agar bisa menyampaikan pesan secara efektif yang kemudian bisa diterima khalayak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh sang komunikator atau orator tadi. Bukan dengan acara teriak-teriak (bahkan bercucuran keringat) demi menyuarakan sesuatu yang gak jelas ujung pangkalnya.
Mereka yang sulit dibahasakan sebutannya itu, biasanya terhimpun dalam kelompok-kelompok tertentu yang hobinya mengkritik (tanpa solusi) kebijakan pemerintah. Secara tak langsung, mereka-mereka ini menjadi salah satu kelompok penekan (pressure group) dalam kampus, juga tak salah rasanya jika menyebutnya pula sebagai kelompok radikal. Kelompok-kelompok aneh yang hanya mengeruhkan dan memusingkan negara. Apalagi dalam waktu dekat ini, ada isu kenaikan BBM. Nah ini dia momentum yang paling ditunggu-tunggu para penggiat demo itu.
x_3badcda6