http://winest-wirmayani.blogspot.com/2013/04/budaya-galau-mahasiswa-vs-tipologi-dosen.html

Kamis, 29 Maret 2012

Style Malam Jumat, Hati Malam Minggu


Ketika melihat seseorang yang berambut gondrong, pakai kaos oblong, celana bolong-bolong, pasti dibenak saya otaknya juga “dong-dong”. Maaf ini subjektivitas penulis. Anggapan itu telah merasup keseluruh sel-sel darah saya yang menggunakan parameter diatas untuk mengeneralisir citra  negatif orang-orang dengan ciri tersebut. Style yang demikian menurut saya adalah aktualisasi “kekampungannya” yang melekat dalam diri orang itu. Selain itu, saya juga mengidentikannya sebagai aktor anarkism, melihat dandanan khasnya tak ubahnya preman. Segala bentuk kesan negatif tercurah pada mereka yang memiliki ciri diatas.

Selasa, 27 Maret 2012

Jangan Jadi Mahasiswa Parokial



Demonstrasi seolah menjadi trend masa kini. Mungkin salah satu penyebabnya akibat inkonsistensi konsep demokrasi. Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, kini hanya tinggal sebuah dongeng. Banyak terjadi penyimpangan. Diranah pemerintahan, seakan tak pernah lepas dari berbagai skandal yang kemudian menjadi pergunjingan hangat dilingkup media. Korupsi misalnya. Pemberitaannya tak pernah luput dijagat media. Tak jarang pula menjadi headline bahkan top of the top. Institusi pemerintahan menjadi lahan subur bagi tikus-tikus berdasi memijakkan kakinya. Hingga tak heran, sebagian besar kasus korupsi dilakukan oleh pejabat pemerintah dari level tinggi hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekalipun. Akibatnya, rakyat kecil semakin tertindas, sedangkan si koruptor sibuk dengan rekening “gendutnya”.
Skandal inilah yang kemudian memicu pergerakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menuntaskan kasus itu. Demonstrasi menjadi pilihan. Dimana-mana terjadi unjuk rasa. Mahasiswa pun terlibat didalamnya. Aksi protes terhadap kebijakan pemerintah gencar dilakukan. Tak jarang pula diwarnai aksi anarkis.
Sekarang ini, penolakan rencana kenaikan harga BBM menjadi isu hangat. Demonstrasi tak dapat dibendung. Hampir seluruh wilayah di Indonesia turut dalam aksi. Etika demo sudah mulai diabaikan. Banyak kasus baru yang timbul akibat ketidakpahaman etika dalam demonstrasi. Perusakan terhadap sarana umum, bentrok dengan aparat pemerintah, seakan menjadi hal biasa. Padahal, demo semestinya dilakukan dengan santun, agar aspirasi yang hendak disuarakan didengar oleh pemerintah. Bukannya malah merusak sarana umum, melempar gedung atau memblokade jalan diiringi dengan aksi membakar ban. Ini mencerminkan bahwa kecerdasan emosional mahasiswa masih rendah.
Sebagai kaum intelektual, sebaiknya tahu dan sadar apa maksud dan tujuan dari kegiatan yang diikutinya sebelum melakukan demo. Banyak demonstran, khususnya mahasiswa tidak memahami apa yang ia tengah lakukan. Mereka cuma ikut-ikutan. Tak sedikit pula yang menjadi korban mobilisasi para aktivis ataupun kelompok kepentingan untuk turut dalam aksi. Ketidakpahaman inilah yang kemudian menimbulkan tindak kekerasan. Memang, demo merupakan wujud demokrasi. Tetapi apabila disalahtempatkan, konsep demokrasi bisa berubah menjadi demo-crazy.
Cukuplah petinggi negeri ini yang “cacat”. Tugas kita sebagai mahasiswa, bagaimana membangun kondisi yang kondusif dan mereduksi kekeliruan petinggi negeri dengan cara yang cerdas. Tindak kekerasan bukanlah solusi tepat.  Jangan menjadi mahasiswa kampungan yang hanya bisa berkoar-koar tanpa maksud yang jelas. Tinggalkan parokialisme. Bangunlah budaya partisipan.
Coba analogikan. Negara ini kita ibaratkan sebagai sebuah keluarga besar. Para koruptor anggaplah sebagai orang tua, sedangkan kita (mahasiswa) sebagai anak yang banyak jumlahnya. Jika orang tua kita tengah stres dan perilakunya menyimpang dari Undang-Undang, kita jangan ikut merengek-rengek atau mengacau terhadap mereka. Bukan solusi yang kita dapat, melainkan bentakan beruntun dari mereka. Walau mereka salah, jangan lawan dengan kekerasan. Berusahan bersikap bijak dalam menghadapi persoalan. Teguran boleh kita layangkan, tetapi jangan dibarengi dengan aksi kekerasan. Ada pepatah mengatakan, api akan semakin berkobar jika dilawan dengan api, sebaliknya api hanya dapat dipadamkan oleh air. Seperti itu pula negara ini. Sebagai mahasiswa, jadilah warga negara yang santun. Partisipasi sangat perlu. Tapi partisipasi yang diperlukan adalah partisipasi yang berdasarkan kesadaran, bukan karena dorongan pihak tertentu dan bukan pula karena ikut-ikutan.
Unjuk rasa atau demonstrasi sah-sah saja dilakukan, asal berdasarkan kode etik. Perlihatkan bahwa mahasiswa adalah generasi cerdas dan santun dalam menyuarakan pendapat, sehingga ada perbedaan antara mahasiswa dan masyarakat awam pada umumnya. Dapat dibedakan mana yang intelek dan mana yang parokial. Jadilah panutan dalam masyarakat.  Sebisa mungkin, hindari segala bentuk kekerasan dan ketidak-etisan. Jangan jadi mahasiswa “cerewet” yang kerjanya hanya memprotes kebijakan pemerintah. Tunjukkan keintelektualan kita. Ada baiknya kita menerapkan slogan salah satu iklan “talk less do more”. Jangan cuma banyak bicara. Buatlah keputusan sebijak mungkin sebagai solusinya. Ingat! Kita mahasiswa, bukan tukang bakar ban atau bukan penjual obat yang hanya berkoar-koar disepanjang jalan.

Kamis, 15 Maret 2012

Surat Cinta

Dear Vic,
Hai Vic, senang sekali bisa berjumpa denganmu walau hanya lewat tulisan. Bagaimana dengan study tour kemarin? Pasti seru. Aku ingin juga seperti kamu bisa tour ke lima negara, gratis pula. Tapi apa daya, saya tidak menguasai bahasa asing. Oh iya, kayaknya saya tidak perlu menanyakan keadaanmu lagi, karena  berdasarkan status-statusmu di Facebook, nampaknya kamu dalam suasana gembiraJ. Meskipun di dunia maya kita sering bertatap muka, tapi sepertinya lebih seru kalau berkomunikasi lewat surat. Selain unik, banyak juga manfaat lainnya. Jangan mentang-mentang terbiasa menggunakan teknologi modern, lantas budaya tulis manual mulai kita lupakan. Tidak ada salahnya kita mempopulerkan media ini. Walau terkesan jadul, tapi memikili nilai estetika yang tinggi, apalagi ditulis tangan. Ngomong-ngomong tentang surat , ada hal menarik yang ingin kusampaikan dan dapat dipastikan kamu akan terkejut dan tertawa lepas.
Kamu masih ingat Angie, teman sekelas kita dulu yang suka sekali nguncir rambutnya? Kalau Rio Elvaldro masih ingat dong? Kalian kan pernah berkelahi  dan sempat disidang ke BK gara-gara kamu menuduh dia mengambil lukisan wajahmu. Nah mereka berdua sekarang sedang menjalin hubungan, kira-kira dari dua bulan lalu. Bayangkan saja bagaimana anehnya pasangan ini. Aku jadi ingat hobi mereka sewaktu sekolah. Rio, kalau sudah diam-diam, pasti kerjanya ngorek upil dan Angie selalu nguncir rambutnya yang keriting itu. Tentu kamu penasaran, hal menarik apa yang ingin aku sampaikan?
Seminggu yang lalu, Angie menata ulang rumahnya. Kamar, rak buku dan dapur ia tata kembali bersama Rio. Suatu ketika, Angie dipanggil oleh ibunya untuk mengantarkan ke pasar. Angie meng-iyakan dan segera ke pasar menemani sang bunda. Tinggallah Rio sendiri di rumah Angie yang sibuk merapikan semuanya. Cukup lama Angie di pasar, kemudian ia segera pulang bersama ibunya. Setibanya di rumah, kamarnya sudah tertata rapi, begitu pula dengan rak buku dan dapurnya. Angie dan ibunya menyunggingkan senyum indah pada Rio tanda terima kasih. Tapi apa balasan Rio? Tak sedikitpun ia membalas senyuman mereka, malah segera berbalik badan menuju rak buku-buku Angie. Angie mengikutinya, ia merasa ada sesuatu yang aneh. Karena tak biasanya Rio bersikap seperti ini. Setiba didepan rak buku, keanehan itu semakin menjadi ketika Angie melihat sebuah peti kecil berwarna merah jambu tergeletak disana. Raut wajah Angie sontak berubah seiring dengan ekspresi yang ditampakan Rio.
Rio menatap tajam peti kecil yang tergeletak di lantai, kemudian Angie meraihnya. Dengan penuh rasa bersalah, akhirnya Angie hendak membawa peti kecil itu ke kamarnya, tapi usahanya dicegat Rio. Ia menyuruh Angie membuka dan menjelaskan detail tentang peti kecil itu. Kamu pasti penasaran, apa isi peti itu? Aku juga penasaran ketika pertama kali diceritakan Angie.
Angie perlahan membuka peti itu. Dengan tangan dan bibir gemetar, ia meraih lembaran-lembaran yang ada didalam peti. Kamu bisa menebak, apa isinya? Peti itu berisi segala sesuatu tentang kamu, Vic. Mulai dari foto kamu yang mengenakan seragam drum band, gelang kesayangan kamu yang warna hitam, sampai kertas hasil ulangan kamu ia simpan rapi. Disana juga ada buku diary yang semuanya melukiskan perasaan cinta Angie ke kamu. Tapi ada satu hal yang membuat saya tertawa terbahak-bahak. Kamu tahu, apa itu? Lukisan sketsa wajah kamu yang sempat kalian perdebatkan sampai ke ruangan BK, ternyata disimpan rapi oleh Angie.
Hahaha.... tak kuasa aku menahan tawa. Ada-ada saja perilaku-perilaku aneh seperti itu. Saya jadi tertawa sendiri jika mengingat kembali bagaimana sengitnya kamu dan Rio berkelahi mempersoalkan keberadaan sketsa wajahmu itu. Olehnya, jika kamu ada kesempatan, tidak ada salahnya  jalan-jalan ke rumahnya. Bagaimanapun juga, ia pernah menjadi seseorang yang sangat mengidolakan kamu. Tapi jangan sampai kisruh lagi antara kamu dan Rio. Hahaha....
Sampai disini dulu perjumpaan kita kali ini. Oh iya, Vic... jangan lupa kamu tanyakan harga buku Human Communicationnya DeVito ya...... yang terpenting, jangan lupa oleh-oleh buat aku ya...
Love,

Wirmayani

x_3badcda6